Minggu, 21 Maret 2021

KESEPAKATAN KELAS SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BUDAYA POSITIF

 Oleh: Ni Made Darmini

CGP Kabupaten Karangasem

Budaya positif sangat penting untuk ditumbuhkembangkan dalam mewujudkan warga sekolah yang bertanggung jawab. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas merupakan hal-hal yang disepakati oleh murid dan guru dalam mewujudkan kelas impian yang ingin dicapai sehingga membuat murid dan guru nyaman dalam proses pembelajaran. Adapun langkah-langkah yang penulis lakukan dalam membuat kesepakatan kelas adalah sebagai berikut.

Pandemi COVID-19, murid tidak bisa bersekolah seperti biasa, sehingga penulis bersama murid membuat kesepakatan kelas menggunakan media Whatsapp (WA). Kesepakatan Kelas ini dibuat pada tanggal 9 Desember 2020 bersama kelas VIIC. Langkah pertama, penulis menanyakan pendapat murid melalui WA grup kelas masing-masing terkait “keadaan kelas impian yang mereka inginkan”. Jawaban yang diberikan murid beraneka ragam, sebagian besar menginginkan suasana kelas yang bersih, tidak ribut, nyaman untuk belajar, suasana belajar tidak tegang, saling tolong menolong antara murid, guru menjelaskan materi dengan pelan, hubungan guru dan murid bisa akrab, serta guru menyelipkan candaan saat belajar agar suasana kelas menyenangkan. 

Dari harapan-harapan murid yang disampaikan melalui WA grup ini, penulis kemudian menanyakan lagi terkait “upaya yang bisa dilakukan untuk mewujudkan kondisi kelas impian seperti harapan mereka tersebut”. Berbagai respon siswa diperoleh, namun respon yang diberikan ternyata cenderung sama terkait kebersihan kelas, kenyamanan kelas, dan proses pembelajaran yang disukai murid namun belum mengaitkan perihal kedisiplinan ataupun sopan santun. Jadi, penulis memandu murid dengan memberikan pertanyaan pancingan seperti “terkait disiplin waktu, menurut kalian bagaimana? Apa upaya yang bisa kita lakukan?” serta “Jika akan chat dengan guru secara pribadi, apakah perlu memberikan salam? Atau bagaimana bentuk chat yang sopan dengan guru?” serta “Seberapa penting ucapan “maaf, tolong, dan terima kasih menurut kalian?” Dari beberapa respon tersebut kemudian penulis mengambil kesimpulan terkait apa saja ide-ide yang bisa dirangkum. 

Kemudian kesimpulan tersebut, penulis sampaikan kepada murid, dan meminta masukan dari murid. Saat murid sudah mengatakan setuju, penulis menetapkan ide-ide tersebut menjadi suatu “Kesepakatan Kelas” yang harus ditaati baik oleh murid maupun guru. Selanjutnya penulis meminta perwakilan kelas untuk menandatangani kesepakatan kelas, dikarenakan tidak memungkinkan semua siswa untuk menandatangani poster kesepakatan dalam situasi seperti ini. Poster kesepakatan kelas yang sudah dibuat, dibagikan ke masing-masing WA grup dan meminta semua murid untuk menyimpannya agar bisa dilihat dan dipahami untuk dijadikan sebagai pedoman kedepannya dalam mewujudkan kelas impian mereka.



Setelah sehari ditetapkannya kesepakatan kelas, terjadi perubahan dalam perilaku siswa khususnya saat mengirimkan pesan pada guru, namun perubahan tersebut tidak 100% berhasil. Namun, hal tersebut sudah menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik, dikarenakan masih dalam proses adaptasi dan belajar. Akan tetapi peran guru dalam hal ini adalah dengan selalu mengingatkan murid terkait kesepakatan kelas yang telah dibuat jika terdapat ketidaksesuaian yang terjadi. Tantangan dalam pembuatan kesepakatan kelas ini adalah kesulitan dalam berinteraksi dikarenakan proses pembuatan kesepakatan hanya melalui WA grup, serta kesulitan dalam hal pengesahan dikarenakan guru harus meminta tandatangan murid melalui WA, sementara jika terjadi tatap muka langsung hal ini akan dapat dengan mudah dilakukan. Namun, secara keseluruhan, proses ini dapat terlaksana dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar